Masirah Panji Rasulullah di Probolinggo Jatim
Agenda Masirah Panji Rasulullah SAW (Mapara) di Probolinggo  diselenggarakan dalam dua rangkaian kegiatan sekaligus berupa Aksi Damai Panji Rasulullah Saw dan Konvoi Panji Rasulullah Saw. Keduanya dilaksanakan secara bersamaan yaitu pada hari Sabtu (2/4).

Pertama, Aksi Damai Panji Rasulullah Saw dilaksanakan di pusat Kota Alun-Alun  Probolinggo pada pukul 10.00-11.00 WIB. Aksi damai ini diikuti oleh 500 peserta dari berbagai wilayah kota dan kabupaten Probolinggo. Panji-panji Rasulullah Saw Al-Liwa’ dan Ar-Royah mewarnai seluruh sudut alun-alun kota. Berbagai awak media televisi dan cetak daerah antusias meliput jalannya kegiatan siang itu.

Ust. Indra Fakhruddin selaku Humas DPD II HTI Probolinggo menjelaskan maksud kegiatan ini kepada awak media yang meliput bahwa, tujuan aksi damai digelar dalam rangka mensosialisasikan panji Rasulullah Saw (Al-Liwa’ dan Ar-Royah) kepada masyarakat Probolinggo.

Menurut Indra, aksi ini proses edukasi kepada masyarakat luas supaya lebih mencintai Rasulullah Saw, salah satunya dengan mengenal lebih dekat panji Rasulullah Saw. Seperti sudah jamak diopinikan oleh berbagai media, bahwa panji Rasulullah Saw ini selalu dilekatkan dengan tuduhan-tuduhan negatif yang menyudutkan islam. Oleh sebab itu Hizbut Tahrir terpanggil untuk membersihkan noda opini yang sangat tidak beralasan tersebut. Sesungguhnya panji Rasulullah Saw adalah panji mulia milik kaum muslimin yang telah berkibar menaungi bumi khilafah selama 13 abad lamanya sampai pengaruhnya pun masuk ke wilayah Nusantara.

Sambut bergayung ditegaskan pula oleh ketiga pembicara aksi damai yaitu Ust. Halis Rodiwarsito, MPd selaku ketua DPD II HTI Probolinggo. KH Abdullah Amrani selaku Pimpinan Pondok Pesantren Kyai Sekar Al-Amri Leces Probolinggo dan Ust. Abu Izzah Mubaligh dari Pajarakan Probolinggo. Dalam kesempatan itu beliaunya KH Abdullah Amrani membawa kurang lebih 300 santri dan santriwatinya ikut serta dalam aksi damai tersebut. Beliau meminta kepada para ulama dan kyai untuk mengenalkan panji Rasulullah Saw kepada seluruh santri dan muhibinnya. “Jika kita benar-benar mencintai Kanjeng Nabi Muhammad Saw , maka sudah seharusnya pula mencitai panji-panji yang beliau pakai”, ujar Kyai Kharismatik ini.

Sementara itu memasuki pukul 09.30 WIB sekitar 15 Km dari selatan kota Probolinggo tepatnya di lapangan Tigasan kabupaten Probolinggo diberangkatkan peserta Konvoi Panji Rasulullah Saw .

Konvoi ini diikuti oleh 15 mobil dan 20 pengendara motor membawa panji-panii  al-liwa’ dan Ar-Royah. Konvoi ini merupakan estafet dari konvoi panji Rasulullah Saw yang sudah dahulu berangkat dari Kota Jember pada pagi harinya pukul 06.00 WIB menuju Lumajang sampai akhirnya estafet dari Tigasan kabupaten Probolinggo menuju titik akhir Kota Surabaya bertemu dengan konvoi dari jalur lainnya di Jawa Timur.

Tepat pukul 09.30 konvoi berjalan menuju jalan-jalan utama  kota Probolinggo. Sepanjang jalan masyarakat menyambut panji ini dengan semarak. Alhamdulillah, pada pukul 10.30 arak-rakan konvoi panji Rasulullah Saw datang melintasi peserta aksi damai panji Rasulullah Saw di Alun-alun Kota Probolinggo yang telah berlangsung setengah jam sebelumnya. Sambutan meriah dengan pekikan takbir dan kibaran bendera islam begitu membahana oleh para peserta aksi damai. Konvoi sejenak berputar-putar mengelilingi alun-alun mengenalkan panji Rasulullah Saw. Kemudian konvoi melanjutkan perjalanannya menuju kota Pasuruan. Setelah sampai di Nguling rombongan konvoi disambut oleh tim konvoi Kota Pasuruan. Perjalanan konvoi panji Rasulullah pun bergerak kembali menuju Surabaya.

Tepat pukul 11.00 rangkaian kegiatan aksi damai berakhir dengan sukses ditutup dengan do’a yang dipimpin oleh Ust. Syaifudin Zuhri Mubaligh dari Banjar Sawah Probolinggo.[]

Sosialisasi Panji Rasulullah HTI Tulungagung Sukses Digelar

Sosialisasi Panji Rasulullah HTI Tulungagung Sukses Digelar

Sosialisasi Panji Rasulullah HTI Tulungagung Sukses Digelar

Ratusan kader dan simpatisan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Tulungagung tampak berjajar rapi di sepanjang trotoar alun-alun Tulungagung pada Sabtu (1/4/2017). Pasalnya, pagi itu HTI Tulungagung menggelar acara sosialisasi Panji Rasulullah.

“Yang kami bawa ini adalah panji Rasulullah, warisan Rasulullah. Ini sebagai satu simbol kesatuan umat Islam, sebagai simbol persaudaraan,” ujar Ali Syafiuddin, Kedua DPD II HTI Tulungagung.

Tak hanya kalangan dewasa, anak-anak juga tampak antusias mengikuti kegiatan ini. Selain menunjukkan panji-panji berwarna hitam dan putih bertuliskan “Laa Ilaaha Illallah, Muhammadar Rasulullah”, peserta sosialisasi, baik pria maupun wanita, juga tampak membagikan selebaran berisi edukasi atau pengenalan panji-panji Rasulullah tersebut.

Sesekali para peserta meneriakkan takbir dan menunjukkan panji-panji Rasulullah kepada para pengguna jalan yang lewat. Dengan sosialisasi ini diharapkan masyarakat bisa mengenal lebih dekat simbol-simbol Islam, di antaranya panji-panji Rasulullah ini.

Meskipun kegiatan ini sempat diwarnai perdebatan dengan anggota Banser yang datang untuk men-sweeping panji-panji Rasulullah yang dibawa peserta, tetapi secara umum tujuan Sosialisasi Panji Rasulullah kepada warga telah terlaksana dengan baik. (Rch)

HTI Jatim Pilih Mengalah Agar Bentrok Sesama Muslim Dapat Dicegah

Meski tidak bersalah, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Jawa Timur memilih mengalah ketika kelompok tertentu berulah sehingga bentrok sesama umat Islampun dapat dicegah.

“Bentrok itu dapat dicegah, karena kita lebih memilih mengalah. Pawai ditiadakan, acara difokuskan di masjid. Saya bilang kepada teman-teman: ‘Kita doakan saja, agar mereka segera sadar, setuju bahkan jadi pejuang syariah dan khilafah sebelum nyawanya dicabut,’” ujar Umar Syahid, penanggung jawab lapangan kegiatan Masirah Panji Rasulullah SAW Jawa Timur Umar, kepada mediaumat.com, Ahad, 2 April 2017.

Tadinya, ungkap Umar, selain tabligh akbar di Masjid Al Akbar Surabaya, kegiatan pun akan dirangkai dengan pawai (masirah) sembari mengibar-ngibarkan panji Rasulullah SAW. “Aksi damai ini dilakukan untuk mengenalkan kepada publik panji Rasulullah, yakni bendera hitam bertuliskan kalimat tauhid dan liwa (bendera) putih dengan lafadz yang sama. Lambang persatuan umat dan eksistensi al Khilafah, pelaksana syariah secara kaffah untuk terwujudnya rahmatan lil alamin,” ungkapnya.

Usai shalat tahajud kemudian diteruskan dengan shalat shubuh berjamaah di Masjid Al-Akbar, sekitar 25 ribu kaum Muslimin dari berbagai daerah di Jawa Timur kembali ke rumahnya masing-masing, mereka mengurungkan rencana pawai di sepanjang jalan protokol Surabaya.

Mereka mengalah lantaran tidak mau bentrok dengan sesama Muslim. Pasalnya, kelompok tertentu sesumbar mengerahkan sekitar 1500 anggotanya yang notabene Muslim juga untuk menghadang masirah. (mediaumat.com, 2/4/2017)

DPD II Jawa Timur, Masirah Panji Rasulullah (Mapara), Kemenangan Besar di Balik Kegagalan Nabi

Melihat jamaah shalat tahajud malam ini di Masjid Akbar Surabaya sungguh luar biasa. Mereka datang dari berbagai pelosok daerah di Jawa Timur, yang semula hendak mengikuti kegiatan Masirah Panji Rasulullah (Mapara), yang diselenggarakan DPD I HTI Jawa Timur, di Surabaya.

Inilah Tahajud Akbar dengan jamaah terbesar, yang permah diselenggarakan di masjid ini. Jamaah yang datang dari berbagai daerah untuk mengikuti kegiatan Mapara itu diperkirakan mencapai 25,000 orang.

Sejak jam 02.00 dini hari mereka berdatangan dan mengikuti shalat tahajud, shalat hajat, witir hingga shalat Subuh dengan khidmad. Meski akhirnya agenda Mapara terpaksa dibatalkan karena tidak diizinkan aparat, tetapi tetap tidak ada yang sia-sia dari perjuangan mereka. Mengapa, bukankah mereka sudah datang jauh-jauh untuk mengikuti Mapara, ternyata sampai di tempat dibatalkan?

Pertama, karena seluruh jerih payah mereka untuk melakukan ketaatan sejak dari rumah, waktu, tenaga dan jerih payah mereka sudah dicatat oleh Allah sebagai amal shalih.

Kedua, rangkaian ibadah yang mereka lakukan dengan ikhlas dan tulus lillahi ta’ala, juga doa dan munajat mereka, insya Allah telah dicatat oleh Allah dalam catatan amal shalih mereka. Karena itu, tidak sia-sia.
Ketiga, mereka telah menunjukkan akhlak dan watak Islam yang luar biasa. Islam rahmatan lil alamin, yang selama ini mereka usung dan perjuangkan benar-benar mereka buktikan dalam tindakan. Bukan sekedar slogan dan retorika.

Justru semuanya ini menunjukkan kemenangan yang luar biasa. Memang secara kasat mata boleh saja jamaah kecewa, sebagaimana para sahabat yang jauh-jauh dari Madinah ke Makkah, sepanjang 410 KM untuk melaksanakan Umrah Hudaibiyyah tahun 6 H gagal mewujudkan niatnya.

Kekecewaan demi kekecewaan itu tampak dari sikap para sahabat yang diwakili oleh Umar bin Khatthab. Dari nada pertanyaan Umar sudah tampak, “Apakah beliau itu utusan Allah?” Pertanyaan yang diulanginya lagi di hadapan Nabi, meski sebelumnya sudah dijawab oleh Abu Bakar.

Begitulah perasaan Umar dan kaum Muslim saat itu. Jauh-jauh dari Madinah untuk menunaikan umrah, akhirnya batal, karena dihadang pasukan Khalid bin Walid, yang saat itu belum masuk Islam. Tapi, ternyata di balik kegagalan rencana awal itu, Allah mempunyai rencana lain. Justru kegagalan ini menjadi pintu kemenangan besar yang datang 2 tahun kemudian.

Iya, di balik kegagalan itu, Allah mempunyai rencana yang tidak diketahui oleh para sahabat, termasuk Umar. Mereka pun kembali ke Madinah, dengan memendam rasa kecewa, sampai akhirnya Allah menurunkan Q.s. al-Fath saat mereka meninggalkan Makkah menuju Madinah.
Ketika Allah menyatakan:

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ إِنَّا فَتَحْنَا لَكَ فَتْحًا مُبِينًا، لِيَغْفِرَ لَكَ اللَّهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِكَ وَمَا تَأَخَّرَ وَيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكَ وَيَهْدِيَكَ صِرَاطًا مُسْتَقِيمًا، وَيَنْصُرَكَ اللَّهُ نَصْرًا عزيزا

Sungguh, Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata. Agar Allah memberikan ampunan kepadamu (Muhammad) atas dosamu yang lalu dan yang akan datang serta menyempurnakan nikmat-Nya atasmu dan menunjukimu ke jalan yang lurus, dan agar Allah menolongmu dengan pertolongan yang kuat (banyak). (Q.s. al-Fath: 1-3)

Ketika ayat-ayat ini turun, Umar pun lega. Ternyata kekhawatirannya salah. Kekecewaan yang dipendamnya pun segera sirna, berganti dengan suka cita, karena kemenangan di depan mata. Meski apa yang dijanjikan-Nya itu tidak datang serta merta.

Iya, setelah peristiwa gagalnya Umrah Hudaibiyah, Nabi dan para sahabat tahun berikutnya menunaikan umrah yang gagal dilaksanakan tahun sebelumnya. Iya, tahun 7 H, Nabi bersama para sahabat melakukan Umrah Qadha’.

Tepat, tahun 8 H, tepatnya tanggal 20 Ramadhan 8 H, apa yang dijanjikan Allah pun menjadi kenyataan. Kota Makkah yang menjadi simbol adidaya di Jazirah Arab kala itu jatuh ke tangan kaum Muslim nyaris tanpa pertumpahan darah. Itulah kemenangan besar umat Islam. Kemenangan yang didahului dengan skenario kegagalan, tetapi berbuah manis.

Maka, “kegagalan” hari ini sesungguhnya merupakan bisyarah kemenangan besar yang segera akan datang, dengan izin dan pertolongan Allah.

Zakir Naik: Khilafah Pasti Tegak, Karena Itu Janji Allah

Zakir Naik menyerukan pentingnya menjaga dan meningkatkan persatuan di antara umat Islam di seluruh dunia. Sebab, saat ini, pihak yang anti terhadap Islam terus menerus berupaya agar Umat Islam lemah dan dapat dipecah-belah. Ia mengatakan, saat ini pihak yang anti Islam tidak ingin melihat Umat Islam bangkit. Hal itu disampaikannya di Grand Hotel Universal Bandung, Sabtu (1/4).

“Umat Islam mesti bersatu dan jangan mau dipecah belah. Saat ini, pihak anti Islam, baik itu berbentuk individu, kelompok, atau negara, tidak ingin Umat Islam bangkit. Ketika sebuah negeri Islam lemah, mereka menindasnya, seperti misalnya di Somalia. Ketika sebuah negeri Islam mulai kuat, mereka bersekutu dan menyerangnya dengan menggunakan kebohongan. Misalnya seperti kebohongan senjata pemusnah massal di Irak,” katanya.

Adapun ketika sebuah negeri Islam sangat kuat dan damai, mereka menghembuskan perpecahan dengan menggunakan isu terorisme dan Islam radikal. Padahal, semuanya merupakan niat buruk pihak anti Islam terhadap Islam. Adapun, Indonesia merupakan salah satu negara yang menjadi sasaran untuk dilemahkan dengan berbagai fitnah mengenai terorisme dan Islam radikal.

“Mereka awalnya menyerang negeri Islam yang lemah satu persatu. Lalu mereka naik tingkat menyerang negeri Islam yang memiliki kekuatan menengah. Ketika semuanya telah lemah, maka mereka tinggal menyerang secara bersama-sama negeri Islam yang kuat. Itulah mengapa penting untuk mewujudkan persatuan di antara umat Islam. Umat Islam bisa bangkit dengan khilafah, dan khilafah pasti akan tegak karena itu janji Allah,” ujarnya.

Zakir Naik mengatakan, kedatangan dirinya ke Indonesia yakni untuk menyampaikan pesan kedamaian. Kedua, untuk menghilangkan citra negatif islam yang disebarkan oleh media massa yang anti terhadap Islam. Sebab, propaganda oleh media massa anti Islam tersebut dipercayai oleh masyarakat dan memengaruhi pola pikir masyarakat. Ketiga, untuk meyakinkan para intelektual sains bahwa Islam aplikatif baik itu ketika berada di zaman Rasulullaah, saat ini, dan hingga di masa yang akan datang.

Adapun yang keempat, Zakir Naik ingin memberikan pandangan bahwa Islam merupakan cara pandang hidup terbaik yang sesuai dengan akal dan sains.

“Saya memberikan ceramah umum baik itu di negara yang penduduk muslimnya sebagai minoritas seperti di negara barat, India, dan Jepang, juga di negara yang penduduk muslimnya mayoritas, seperti di Indonesia. Saya melakukan ceramah umum di banyak negara tanpa memandang apakah muslim sebagai mayoritas atau minoritas di negara tersebut. Sebab, saya ingin menyampaikan pesan kedamaian yang ada di dalam Islam ke banyak negara di dunia,” ujarnya.

Ia berpesan kepada masyarakat, termasuk media massa, jangan sampai kita semua tanpa sadar menjadi boneka dari pihak yang memusuhi Islam. Mereka membuat propaganda negatif mengenai Islam, lalu masyarakat hanya menerimanya begitu saja dan media massa hanya meng “copy” dan “paste” apa yang mereka lihat dari pihak yang memusuhi Islam.

Ia berpesan, media massa justru mesti menjadi penolong bagi agama Islam. Sebab, tanggung jawab sebagai jurnalis sebagai penyampai kebenaran sangat besar tanggung jawabnya di mata Allah. Bila seorang jurnalis menyampaikan hal yang benar mengenai Islam, maka Allah akan memberikannya pahala  yang besar. Sebaliknya, apabila jurnalis memberikan hal yang keliru mengenai Islam, apakah itu sengaja atau tidak sengaja karena meng”copy” dan “paste” dari pihak yang memusuhi Islam, maka dosanya yang akan besar.(Tachta Rizqi Yuandri)

Ustadz Rochmat S. Labib : Agar Umat Mengingat Khilafah

Sejak 2 April hingga 23 April Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) melakukan kampanye Masirah Panji Rasulullah saw. Bahkan pemanasannya sudah dimulai sejak Maret lalu. Sebagaimana namanya, kegiatan ini berupa masirah (semacam longmarch) dengan membawa aL-Liwa dan ar-Rayah Rasulullah saw. secara maraton dari kota ke kota. Para peserta ada yang konvoi dengan mobil dan motor, ada juga yang berjalan kaki. Mereka mengibarkan al-Liwa’ dan ar-Rayah sepanjang perjalanan. Kegiatan ini dimulai dari ujung timur Indonesia, Papua dan dari ujung barat Indonesia, Aceh. Semuanya menuju Jakarta.Mengapa kampanye ini dilakukan? Mengapa pula panji Rasulullah saw lebih difokuskan? Untuk mengupasnya, wartawan majalah Al-Waie, Joko Prasetyo, mewawancarai Ketua DPP Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Ustadz Rokhmat S Labib. Berikut petikannya. Apa latar belakang kampanye Masirah Panji Rasulullah diadakan? Kampanye ini merupakan bagian dari kegiatan kita dalam momentum Rajab. Sebagaimana kita ketahui, pada bulan Rajab ada beberapa kejadian penting bagi umat Islam. Selain peristiwa Isra’ Mi’raj yang terjadi pada tanggal 27 dan selalu diperingati di negeri ini, juga ada peristiwa besar lainnya yang menimpa umat Islam. Apa itu? Yakni pembubaran Khilafah Islamiyah di Turki oleh Mustafa Kemal pada 28 Rajab 1342 H. Peristiwa tersebut bertepatan dengan 3 Maret 1924. Sejak itu umat Islam di seluruh dunia hidup tanpa Khilafah.

Keruntuhan Khilafah menjadi tragedi besar bagi umat Islam. Tanpa Khilafah, Islam tidak dapat diterapkan secara kaffah. Sebaliknya, yang diterapkan malah hukum-hukum kufur. Umat Islam pun terpisah-pisah oleh sekat-sekat negara-negara kebangsaan. Mereka tidak lagi memiliki junnah atau perisai yang melindungi mereka. Para penguasa alih-alih menjadi pelindung bagi umat Islam, mereka bahkan menjadi kaki tangan bagi negara-negara kafir penjajah. Akibatnya, keadaan mereka yang lemah dan tercerai-berai makin memudahkan musuh untuk mengalahkan mereka; bahkan menjajah dan membantai mereka. Ringkasnya, ketiadaan Khilafah merupakan umm al-jarâim, biang segala kejahatan.

Oleh karena itu, harus ada upaya keras dan sungguh-sungguh dari umat Islam untuk mengembalikan Khilafah dalam kehidupan. Perjuangan menegakkan Khilafah wajib dijadikan sebagai agenda utama bagi umat; bahkan menjadi al-qadhiyyah al-mashîriyyah, perkara amat penting hingga menyangkut hidup mati umat ini.
Ini pula yang dilakukan oleh Hizbut Tahrir sejak awal berdirinya. Hizbut Tahrir tak pernah berhenti mengajak umat untuk berjuang bersama. Nah, khusus pada bulan Rajab ini kita lebih menggiatkan berbagai kegiatan dengan tema Khilafah. Rajab tahun ini kita mengangkat tema ‘Khilafah Kewajiban Syar’i, Jalan Kebangkitan Umat’. Tema ini kita usung dalam berbagai kegiatan, termasuk dalam tiga kegiatan besar yang kita adakan di bulan Rajab ini.

Apa saja itu?
Pertama: Masirah Panji Rasulullah saw. Sebagaimana namanya, kegiatan ini berupa masirah, semacam longmarch, dengan membawa al-Liwa’ dan ar-Rayah Rasulullah saw. secara maraton dari kota ke kota. Para peserta ada yang konvoi dengan mobil dan motor, ada juga yang berjalan kaki. Mereka mengibarkan al-Liwa’ dan ar-Rayah sepanjang perjalanan. Kegiatan ini dimulai dari ujung timur Indonesia, Papua dan dari ujung barat Indonesia, Aceh. Semuanya menuju Jakarta. Masirah ini berlangsung mulai 2 April hingga 23 April.

Kedua: Tablig akbar. Setelah para peserta pawai dan konvoi membawa al-Liwa’ dan ar-Rayah dari tempat masing-masing, mereka kemudian berkumpul di satu tempat, untuk mengikuti tablig akbar yang kita adakan. Kegiatan ini diselenggarakan di 36 kota.

Ketiga: Indonesia Khilafah Forum (IKF). Khusus di Jakarta disebut International Khilafah Forum karena melibatkan pembicara dan peserta dari luar negeri.  Kegiatan ini dilakukan pada sore atau malamnya dengan mengundang para tokoh dari berbagai kalangan untuk membahas lebih dalam tentang Khilafah. Berbeda dengan tablig akbar yang sifatnya searah, IKF ini dikemas lebih banyak dialog dan diskusi.

Dengan demikian Masirah Panji Rasulullah saw. adalah salah satu di antara kegiatan Rajab yang tema utamanya adalah tentang Khilafah. Namun, pada Rajab tahun ini kita menambahkan konten lain, yakni mengenalkan secara masif al-Liwa’ dan ar-Rayah Rasulullah saw. ke tengah umat.

Jadi, apa yang difokuskan dalam kegiatan Rajab tahun ini?
Sebagaimana tema yang kita tetapkan, kita ingin menyampaikan dua hal penting tentang Khilafah. Pertama: Khilafah adalah kewajiban syar’i, bukan ‘aqli. Kesimpulan hukum itu merupakan mujma’ ‘alayhi, perkara yang disepakati oleh para ulama mu’tabar. Hingga menjadi kesepakatan, tentu didasarkan pada dalil-dalil yang jelas dan kokoh.

Oleh karena itu kita ingin menegaskan bahwa menegakkan Khilafah merupakan kewajiban dari Allah SWT. Jika Allah SWT Tuhan semesta alam telah mewajibkan Khilafah, lalu atas dasar apa kita berani menolak perintah-Nya? Tidakkah kita takut dengan siksa-Nya yang pedih jika kita berani membangkang perintah-Nya?

Kedua: Khilafah adalah jalan kebangkitan bagi umat. Telah maklum bahwa umat Islam sekarang terpuruk dalam semua aspek. Penyebab utamanya sangat jelas: karena meninggalkan hukum Allah SWT. Ironisnya, yang diterapkan justru sistem buatan negara-negara kafir penjajah, seperti sekularisme, kapitalisme, liberalisme dan demokrasi. Maka dari itu, untuk membebaskan umat ini dari semua keterpurukan ini adalah mencampakkan semua sistem itu dan menggantinya dengan Islam. Dengan kata lain, terapkan syariah secara kaffah dalam naungan Khilafah. Itulah jalan satu-satunya bagi umat ini untuk bangkit dari semua keterpurukan dan kemorosotan. Bukankah Islam ketika diterapkan secara kaffah akan menghasilkan rahmatan li al-‘alamîn? Bukankah Allah SWT telah menjanjikan kepada penduduk suatu negeri yang mau beriman dan bertakwa akan dicurahkan berkah dari langit dan bumi?

Atas dasar itu, kita berharap sambutan umat terhadap perjuangan penegakan Khilafah semakin besar.

Lalu kaitannya dengan al-Liwa’ dan ar-Rayah Rasulullah saw. yang masif dikampanyekan?
Keduanya memiliki keterkaitan erat dengan Khilafah. Al-Liwa’ dan ar-Rayah adalah panji dan bendera Rasulullah saw., sekaligus panji dan bendera Daulah Khilafah.

Menurut pengamatan kami, penerimana umat terhadap Khilafah, alhamdulillah, semakin besar. Opini tentang kewajiban Khilafah juga kian meluas. Dukungan terhadap perjuangan Khilafah semakin meningkat. Karena itu  kita perlu juga mengenalkan beberapa hal lain terkait dengan Khilafah. Di antaranya yang kami anggap penting adalah al-Liwa’ dan ar-Rayah. Karena al-Liwa’ dan ar-Rayah  adalah panji dan bendera Daulah Khilafah, kita berharap umat akan semakin rindu dengan Khilafah. Tatkala mereka melihat al-Liwa’ dan ar-Rayah berkibar, maka ingatan mereka langsung tertuju pada Khilafah.

Bisa dijelaskan keistimewaan keduanya?  
Yang jelas, ini adalah panji (rayah) dan bendera (liwa) yang dibawa oleh Rasulullah saw. Banyak riwayat yang menjelaskan itu. Di antaranya adalah Hadits riwayat an-Nasai dan at-Tirmidzi yang berasal dari Jabir bahwa ketika Rasullah saw. masuk ke Makkah, beliau membawa al-Liwa’ yang berwarna putih. Dalam Hadis ath-Thabarani yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas, diterangkan bahwa al-Liwa’ adalah bendera putih yang bertuliskan  kalimat Lâ ilâha illâl-Lâh Muhammadur RasûluLlâh yang berwarna hitam. Al-Liwa’ inilah yang diserahkan Rasulullah saw. kepada Usamah bin Zaid sebagai panglima perang yang dikirim ke Romawi.
Adapun ar-Rayah, menurut hadis riwayat Imam Ahmad, Abu Dawud dan an-Nasai  dari al-Bara’ bin ‘Azib adalah bendera berwarna hitam persegi panjang yang terbuat dari Namirah. Sebagaimana liwa, di dalamnya terdapat tulisan Lâ ilâha illâlLâh Muhammadur RasûlulLâh  dengan berwarna putih. Rayah itu pula yang diserahkan Rasulullah saw. kepada Sayidina Ali ra. dalam Perang Khaibar. Rayah Rasulullah saw ini disebut juga al-‘Uqab.

Rasulullah saw tidak pernah membawa bendera kecuali dua bendera itu: al-Liwa’ dan ar-Rayah. Karena itu disimpulkan, itulah panji dan bendera yang disyariahkan Rasulullah saw. sehingga wajib diambil dan diteladani oleh umatnya. Para Khulafâ‘ ar-Râsyidûn dan para khalifah sesudahnya juga telah meneladani demikian. Mereka menjadikan keduanya sebagai panji dan bendera mereka. Karena berasal dari Rasulullah saw., adakah panji dan bendera  yang lebih istimewa dan lebih agung dari keduanya?

Selain itu?
Umat Islam adalah ummah wâhidah, umat yang satu. Kesamaan umat itu terwujud dalam banyak hal, mulai dari Tuhannya, Kitabnya, Rasulnya, kiblatnya, dan lain-lain. Semuanya sama. Karena itu mereka layak disebut sebagai ummah wâhidah. Pensyariatan al-Liwa’ dan ar-Rayah sebagai panji dan bendera umat Islam menambah deretan bukti bahwa umat Islam adalah ummah wâhidah, umat yang satu. Karena itu ketika kita ingin menyatukan kembali umat Islam sebagaimana ketika Khilafah belum runtuh, kita perlu mengingatkan kepada mereka bahwa kita memiliki satu panji dan bendera yang sama, yakni al-Liwa’ dan ar-Rayah yang diwariskan Rasulullah saw. Itulah panji dan bendera yang menyatukan kita.

Patut diingat, al-Liwa’ dan ar-Rayah bukan sekadar panji dan bendera yang berwarna putih atau hitam. Bukan. Namun, yang tidak kalah pentingnya adalah tulisan yang tertera di dalamnya. Apa itu?
Kalimat: Lâ ilâha illâl-Lâh Muhammadur RasûluLlâh.

Ya, benar. Itu adalah dua kalimat amat penting. Dua kalimat itulah yang menjadi pembatas antara keimanan dan kekufuran. Siapa yang mengimaninya beserta semua turunannya dikategorikan sebagai Mukmin. Sebaliknya, siapa pun yang mengingkarinya terkategori sebagai kafir. Konsekuensi dari kategori itu sangat besar. Yang satu disebut sebagai khayr al-bariyyah, sebaik-baik makhluk. Yang lain dinyatakan sebagai syarr al-bariyyah, seburuk-buruk makhluk. Yang satu akan menjadi penghuni surga. Yang lainnya ditempatkan di dalam neraka dan ditetapkan sebagai penghuninya selama-lamanya.

Dalam konteks negara, dua kalimat itu seolah menegaskan perkara yang menjadi asas bagi Daulah Khilafah, yakni akidah Islam yang teringkas dalam dua kalimat tersebut: Lâ ilâha illâl-Lâh Muhammadur RasûluLlâh. Konsekuensinya, seluruh interaksi, pemikiran dan perundang-undangan yang berlaku di dalam Daulah Islam bersumber dari Islam.

Lalu bagaimana dengan adanya upaya sistematis untuk menyudutkan bahkan mengkriminalisasi panji dan bendera Rasulullah saw. saat ini?
Tindakan itu, jika dilakukan oleh orang-orang yang mengaku sebagai Muslim, sungguh sangat aneh. Betapa tidak. Bagaimana mungkin ada sesorang yang menyudutkan bendera warisan Rasulullah saw. yang bertuliskan dua kalimat syahadat. Bukankah dua kalimat itu yang membuat mereka dapat dikategorikan sebagai Muslim? Jika mereka membenci apalagi mengkriminalisasinya, lalu di mana letak keimanan mereka?
Saya juga ingin mengingatkan kepada siapa pun yang melakukan itu, bahwa kalimat syahadat adalah miftâh al-jannah, kunci surga. Bagaimana bisa dia dimasukkan ke dalam surga di akhirat kelak, sementara ketika di dunia dia menganggap kunci surga itu sebagai sebuah simbol kejahatan atau tindakan kriminal?

Oleh karena itu, semua tindakan yang bertujuan untuk menciptakan ketakutan umat Islam terhadap al-Liwa’ dan ar-Ryah harus dicegah. Jangan sampai umat terpengaruh dan ikut membenci keduanya sebagaimana orang kafir.

Nah, Masirah Panji Rasulullah saw. dan semacamnya adalah di antara ikhtiar yang kita lakukan untuk menghadang black campaign terhadap al-Liwa’ dan ar-Rayah. Lebih dari itu, umat Islam pun mencintai, mengibarkan dan memperjuangkan keduanya agar kembali berkibar dengan keagungannya.

Bagaimana kita bisa mengembalikan keagungan al-Liwa’ dan ar-Rayah?
Al-Liwa’ dan ar-Rayah termasuk syiar Islam yang wajib diagungkan dan dijunjung tinggi. Keduanya juga sekaligus merupakan panji dan bendera Daulah Khilafah. Oleh karena itu, para sahabat amat memuliakan keduanya. Ketika Perang Mu’tah, para panglima perang yang telah ditunjuk Nabi saw. tidak membiarkan bendera tersebut terjatuh ke tanah. Setelah Zaid bin Haritsah wafat, bendera segera diambil-alih oleh Ja’far bin Abi Thalib. Setelah Jafar gugur, segera disambar oleh Abdulllah bin Rawahah. Bahkan dalam peristiwa itu, sikap heroik ditunjukkan oleh Ja’far. Setelah tangan kanannya yang membawa bendera terpotong musuh, dia memegang dengan tangan kirinya. Ketika tangan kirinya juga terpotong, dia pun memegang bendera itu dengan dadanya. Akhirnya, ia syahid dengan tubuh penuh luka dan sayatan pedang. Atas kegigihannya itu, Allah SWT pun memasukkan Ja’far ke dalam surga. Dalam hadis riwayat al-Hakim disebutkan bahwa Rasulullah saw. melihat Ja’far di dalam surga seperti malaikat, dengan sayap lebar yang berlumuran darah dan terbang di dalamnya.

Itulah al-Liwa’ dan ar-Rayah ketika umat Islam berada dalam naungan Khilafah. Jangankan dinista dan dikriminalisasi, nyawa pun menjadi taruhannya agar tidak sampai terjatuh ke tanah.

Oleh karena itu, siapa pun yang menginginkan al-Liwa’ dan ar-Rayah kembali berkibar dengan penuh keagungan dan kewibawaannya, maka harus ikut berjuang untuk mengembalikan Khilafah dalam kehidupan. []

MARI themes

Diberdayakan oleh Blogger.